Lama enggak nge-blog itu sama aja kayak udah
terbiasa sama kloset jonggok, tiba-tiba diganti sama kloset duduk, aneh. Dan
itu gue rasain sekarang, dulu nya yang punya waktu berjam-jam untuk nuangin isi
hati di depan laptop, sekarang berjam-jam itu gue gunain buat istirahat badan,
jadi orang dewasa itu enggak menyenangkan.
Oke, sekarang kan udah mau lebaran nih, pasti
banyak dari kalian yang mau balik ke kampung halaman atau berkunjung ke rumah
sanak saudara kalian kan ?. atau lebih dikenal orang dengan nama “ Mudik “.
“ Mudik “ itu gue arti’in sendiri adalah
pulang ke tempat asal, kembali. Seperti misal nya lo lahir di Bandung, tapi
sekarang lagi menetap di Banjarmasin, suatu sa’at, lo pasti akan kangen sama
kampung halaman lo itu kan? Nah, tapi ini beda.
“ Mudik “ juga berlaku loh buat hati, bukan
Cuma buat badan nya aja bisa mudik, hati juga, butuh malah. Tapi, Mudik badan
sama mudik hati beda, beda jauh. Begini gue jelasin.
Mudik badan itu contoh nya ya yang kayak di
atas tadi, kita balik ke tempat dimana kita berasal, tempat kita lahir. Dan
tempat itu enggak pernah berpindah tempat, kalo lo lahir dan tumbuh besar di
Bandung, ya itu lah kampung halaman lo dan keluarga lo. Beda dengan mudik hati.
Mudik hati punya banyak tempat, tapi hanya akan ada satu yang bakal jadi tempat
terakhir lo mudik.
Dan sekarang, gue kembali mudik. Setelah satu
tahun terakhir enggak mudik-mudik, satu tahun terakhir gue lebih memilih berada
dimana gue bisa instropeksi diri, apa kekurangan gue, dan apa kelebihan gue,
dan ternyata gue sadar, kalo gue capek mudik terus, enggak pernah bikin rumah
yang bakal gue tempatin. Dan tinggal menetap.
Mudik hati juga punya banyak resiko, seperti
kecelaka’an diperjalanan mudik, atau ada barang yang ketinggalan. Tinggal
pilih, mau balik buat ngambil barang yang ketinggalan itu dengan resiko mudik
lo gagal karena ada pemudik lain yang udah nyuri jalan duluan, atau jalan terus
ke tempat mudik selanjutnya dan ninggalin barang itu. Mudik hati juga punya
resiko lain ketika lo kehabisan bahan bakar waktu diperjalanan mau mudik,
al-hasil, mudik ke tempat baru enggak bisa, mau balik arah, bensin habis.
Gue yang sekarang lagi mudik hati ini pun,
memilih buat jalan terus, tanpa menoleh kebelakang lagi, ada sih yang
ketinggalan, tapi gue liat tempat mudik selanjutnya lebih nyaman buat dijadikan
tempat tinggal daripada yang lama, dan gue nemuin keunikan tersendiri di tempat
mudik yang mau gue tuju ini, dia punya sesuatu yang gelap, dan dia enggak mau
nutupin semua itu, sama kayak gue, yang enggak pernah bisa menutupi siapa gue
sebener nya. Dan dari situ gue tau, kalo gelap memberikan cahaya yang lebih
terang ketika ada satu titik cahaya di dalam nya. Daripada, cahaya yang muncul diantara
cahaya terang lain nya. Jadi malah enggak kelihatan indah nya cahaya itu
sendiri.
Dan yang mau tau nama “ Tempat “ itu adalah
Risni Haryani, Perempuan berkerudung, suka coklat, susah tidur-susah bangun nya
juga satu ini, adalah orang yang membuat gue tau, ternyata gelap itu lebih
menyenangkan kalo jujur, daripada terang, tapi Cuma bo’ong.
Mau
liat wujud nya ? ini dia.
Dan, kalian ngerasa enggak? Kalo setiap kita
berpindah hati itu, sama seperti kita mudik. Setiap mau mudik pasti banyak
membawa “ barang “ ke tempat tujuan kita, padahal, barang yang kita bawa itu
kebanyakan ada yang enggak kita butuhin, Cuma membebani di tempat selanjut nya
aja. Terlalu banyak membawa kenangan dari tempat sebelum nya juga enggak bagus,
tapi bukan berarti juga kita harus ninggalin semua nya. Bawa beberapa kenangan
yang bisa jadi pelajaran di tempat berikut nya, dan berharap, kita enggak bakal
“ Mudik Hati “ lagi, karena sesungguh nya, berpindah-pindah hati itu, capek. Lebih
nyaman menetap, bukan berpindah. Lebih baik bertahan daripada melawan, lebih
baik saling mema’afkan daripada menyalahkan, ini bukan seperti waktu kalian mau
melawan para lawan, hubungan itu tentang bagaimana membuat perasa’an nyaman
terhadap pasangan kalian, oye?
Btw,
gue sama icha, LDR. Mau ngakak ? Sana, sama para pemudik hati lain nya. Bye. Gue
tinggal disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar